Selasa, 26 Maret 2013
Sabtu, 23 Maret 2013
STRATEGI PERENCANAAN KESEHATAN
STRATEGI
PERENCANAAN KESEHATAN
BAB III.
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kesehatan
merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran
penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus
dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan
adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan Dalam
Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Kondisi pembangunan kesehatan
secara umum dapat dilihat dari status kesehatan dan gizi masyarakat, yaitu
angka kematian bayi, kematian ibu melahirkan, prevalensi gizi kurang dan umur
angka harapan hidup. Angka kematian bayi menurun dari 46 (1997) menjadi 35 per
1.000 kelahiran hidup (2002–2003) dan angka kematian ibu melahirkan menurun
dari 334 (1997) menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup (2002-2003). Umur
harapan hidup meningkat dari 65,8 tahun (1999) menjadi 66,2 tahun (2003). Umur
harapan hidup meningkat dari dari 65,8 tahun (Susenas 1999) menjadi 66,2 tahun
(2003).Prevalensi gizi kurang (underweight) pada anak balita, telah
menurun dari 34,4 persen (1999) menjadi 27,5 persen (2004). Bila dilihat
permasalahan gizi antar provinsi terlihat sangat bervariasi yaitu terdapat 10
provinsi dengan prevalensi gizi kurang diatas 30% dan bahkan ada yang diatas 40%
yaitu di provinsi Gorontalo, NTB, NTT dan Papua. Kasus gizi buruk umumnya
menimpa penduduk miskin/tidak mampu. Di sisi lain masalah baru gizi seperti
kegemukan, terutama di wilayah perkotaan cenderung meningkat karena perubahan
gaya hidup masyarakat.Angka kesakitan yang tinggi terjadi pada anak-anak dan
usia di atas 55 tahun, dengan tingkat morbiditas lebih tinggi pada wanita
dibanding pria. Sepuluh penyakit dengan prevalensi tertinggi adalah penyakit
gigi dan mulut, gangguan refraksi dan penglihatan, ISPA, gangguan pembentukan
darah (anemia) dan imunitas, hipertensi, penyakit saluran cerna, penyakit mata
lainnya, penyakit kulit, sendi dan infeksi nafas kronik. Selain itu Indonesia
juga menghadapi ”emerging diseases” seperti demam berdarah dengue (DBD),
HIV/AIDS, Chikungunya, SARS, Avian Influenza serta penyakit-penyakit ”re-emerging
diseases” seperti malaria dan TBC.Kondisi umum kesehatan seperti dijelaskan
di atas dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu lingkungan, perilaku, dan
pelayanan kesehatan. Sementara itu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain ketersediaan dan mutu fasilitas pelayanan
kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, tenaga kesehatan, pembiayaan dan
manajemen kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan dasar, yaitu Puskesmas yang
diperkuat dengan Puskesmas Pembantu dan Puskesmas keliling, telah didirikan di
hampir seluruh wilayah Indonesia. Saat ini, jumlah Puskesmas di seluruh
Indonesia adalah 7.550 unit, Puskesmas Pembantu 22.002 unit dan Puskesmas
keliling 6.132 unit. Meskipun fasilitas pelayanan kesehatan dasar tersebut
terdapat di semua kecamatan, namun pemerataan dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan masih menjadi kendala. Fasilitas ini belum sepenuhnya dapat dijangkau
oleh masyarakat, terutama terkait dengan biaya dan jarak transportasi.
Fasilitas pelayanan kesehatan lainnya adalah Rumah Sakit yang terdapat di
hampir semua kabupaten/kota, namun sistem rujukan pelayanan kesehatan
perorangan belum dapat berjalan dengan optimal.Di bidang obat dan perbekalan
kesehatan telah ditetapkan standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan
jenis obat generik yang mencakup 220 obat. Penggunaan obat generik dan obat
tradisional cenderung mengalami kenaikan, dan 95 persen kebutuhan obat nasional
telah dipenuhi dalam negeri. Demikian juga dengan vaksin dan sebagian alat-alat
kesehatan. Walaupun demikian ketersediaan, mutu, keamanan obat dan perbekalan
kesehatan masih belum optimal serta belum dapat dijangkau dengan mudah oleh
masyarakat. Selain itu obat asli Indonesia (OAI) belum sepenuhnya dikembangkan
dengan baik meskipun potensi yang dimiliki sangat besar. Pengawasan terhadap
keamanan dan mutu obat dan makanan telah dilakukan lebih luas meliputi produk
pangan, suplemen makanan, obat tradisional, kosmetika, produk terapetik/obat,
dan NAPZA disertai dengan penyidikan kasus tindak pidana. Dalam hal tenaga
kesehatan, Indonesia mengalami kekurangan pada hampir semua jenis tenaga
kesehatan yang diperlukan. Permasalahan besar tentang SDM adalah inefisiensi
dan inefektivitas SDM dalam menanggulangi masalah kesehatan. Walaupun rasio SDM
kesehatan telah meningkat, tetapi masih jauh dari target Indonesia Sehat 2010
dan variasinya antar daerah masih tajam. Dengan produksi SDM kesehatan dari
institusi pendidikan saat ini, target tersebut sulit untuk dicapai. Pada
tahun 2003, rasio tenaga dokter 17.47, dokter spesialis 5.2, Perawat
108.53, dan Bidan 28.40 per 100,000 penduduk Dalam aspek manajemen
pembangunan kesehatan, dengan diterapkannya desentralisasi kesehatan,
permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya sinkronisasi kegiatan antara Pusat
dan Daerah, peningkatan kapasitas SDM daerah terutama dalam perencanaan,
peningkatan sistem informasi, terbatasnya pemahaman terhadap peraturan
perundangan serta struktur organisasi kesehatan yang tidak konsisten.
B. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui gambaran masalah kesehatan masyarakat yang ada di
Indonesia saat ini
Indonesia saat ini
2.
Untuk
mengetahui strategi paradigma kesehatan.
3.
Untuk
mengetahui konsep baru tentang makna sehat.4. Untuk mengetahui
sasaran dan strategi utama pembangunan kesehatan. .
II.PEMBAHASAN A. Masalah
Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Dewasa ini
di Indonesia terdapat beberapa masalah kesehatan penduduk yang masih perlu
mendapat perhatian secara sungguh-sungguh dari semua pihak antara lain: anemia
pada ibu hamil, kekurangan kalori dan protein pada bayi dan anak-anak, GAKY
terutama didaerah endemic, kekurangan vitamin A pada anak, anemia pada kelompok
mahasisiwa, anak-anak usia sekolah, masih tingginya angka BBLR, serta bagaimana
mempertahankan dan meningkatkan cakupan imunisasi. Permasalahan tersebut harus
ditangani secarasungguh-sungguh karena dampaknya akan mempengaruhi kualitas
bahan baku sumber daya manusia
Indonesia di masa yang akan datang.
Indonesia di masa yang akan datang.
Perubahan
masalah kesehatan ditandai dengan terjadinya berbagai macam transisi kesehatan
berupa transisi demografi, transisi epidemiologi, transisi gizi dan transisi
perilaku. Transisi kesehatan ini padadasarnya telah menciptakan bebab ganda
(double burden) masalah kesehatan.
1.
Transisi
demografi, misalnya mendorong peningkatan usia harapan hidup yang meningkatkan
proporsi kelompok usia lanjut sermentara masalah bayi dan BALITA tetap
menggantung.
2.
Transisi
epidemiologi, menyebabkan beban ganda atas penyakit menular yang belum pupus
ditambah dengan penyakit tidak menular yang meningkat dengan drastis.
3.
Transisi
gizi, ditandai dengan gizi kurang dibarengi dengan gizi lebih.4.
Tansisi
perilaku, membawa masyarakat beralih dari perilaku tradisional menjadi modern
yang cenderung membawa risiko.Masalah kesehatan tidak hanya ditandai dengan
keberadaan penyakit, tetapi gangguan kesehatan yang ditandai dengan adanya
perasaaan terganggu fisik, mental dan spiritual. Gangguan pada lingkungan juga
merupakan masalah kesehatan karena dapat memberikan gangguan kesehatan atau
sakit . Di negara kita mereka yang mempunyai penyakit diperkirakan 15%
sedangkan yang merasa sehat atau tidak sakit adalah selebihnya atau 85%. Selama
ini nampak bahwa perhatian yang lebih besar ditujukan kepada mereka yang sakit.
Sedangkan mereka yang berada di antara sehat dan sakit tidak banyak mendapat
upaya promosi. Untuk itu, dalam penyusunan prioritas anggaran, peletakan
perhatian dan biaya sebesar 85 % seharusnya diberikan kepada 85% masyarakat
sehat yang perlu mendapatkan upaya promosi kesehatan.Dengan adanya tantangan
seperti tersebut di atas maka diperlukan suatu perubahan paradigma dan konsep
pembagunan kesehatan. Beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam
pembangunan kesehatan antara lain:1. Masih tingginya disparitas
status kesehatan. Meskipun secara nasional kualitas kesehatan masyarakat telah
meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan antar tingkat sosial
ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan-perdesaan masih cukup
tinggi.2. Status kesehatan penduduk miskin masih
rendah.3. Beban ganda penyakit. Dimana pola penyakit yang diderita
oleh masyarakat adalah penyakit infeksi menular dan pada waktu yang bersamaan
terjadi peningkatan penyakit tidak menular, sehingga Indonesia menghadapi beban
ganda pada waktu yang bersamaan (double burden)4. Kualitas,
pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan masih rendah.5.
Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusinya tidak merata.6.
Perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat.7.
Kinerja
pelayanan kesehatan yang rendah.8. Rendahnya
kondisi kesehatan lingkungan. Masih rendahnya kondisi kesehatan lingkungan juga
berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat. Kesehatan lingkungan
merupakan kegiatan lintas sektor belum dikelola dalam suatu sistem kesehatan
kewilayahan. 9. Lemahnya dukungan peraturan
perundang-undangan, kemampuan sumber daya manusia, standarisasi, penilaian
hasil penelitian produk, pengawasan obat tradisional, kosmetik, produk
terapetik/obat, obat asli Indonesia, dan sistem informasi. B. Strategi Paradigma Kesehatan
Paradigma
berkembang sebagai hasil sintesa dalam kesadaran manusia terhadap
informasi-informasi yang diperoleh baik dari pengalaman ataupun dari
penelitian.
Dalam
perkembangan kebijaksanaan pembangunan kesehatan maka memasuki era reformasi
untuk
Indonesia baru telah terjadi perubahan pola pikirdan konsep dasar sdtrategispembangunan kesehatan dal;am bentuk paradigma sehat. Sebelumnya pembangunan kesehatan cenderung menggunakan paradigma sakit dengan menekankan upaya-upaya pengobatan (kuratif) terhadap masyarakat
Indonesia.
Indonesia baru telah terjadi perubahan pola pikirdan konsep dasar sdtrategispembangunan kesehatan dal;am bentuk paradigma sehat. Sebelumnya pembangunan kesehatan cenderung menggunakan paradigma sakit dengan menekankan upaya-upaya pengobatan (kuratif) terhadap masyarakat
Indonesia.
Perubahan
paradigma kesehatan dan pengalaman kita dalam menangani masalah kesehatan di
waktu yang lalu, memaksa kita untuk melihat kembali prioritas dn penekanan
program dalam upaya meningkatkan kesehatan penduduk yang akan menjadi pelaku
utama dan mempertahankan kesinambungan pembangunan.
Untuk
membentuk manusia
Indonesia menjadi sumber daya manusia sehat-produktif-kreatif, kita harus berfikir dan agak berbeda dengan apa yang kita lakukan sekarang. Kita perlu re-orientasi dalam strategi dan pendekatan. Pembangunan penduduk yang sehat tiadk bias dilakukan melalui pengobatan yang sedikit saja.
Indonesia menjadi sumber daya manusia sehat-produktif-kreatif, kita harus berfikir dan agak berbeda dengan apa yang kita lakukan sekarang. Kita perlu re-orientasi dalam strategi dan pendekatan. Pembangunan penduduk yang sehat tiadk bias dilakukan melalui pengobatan yang sedikit saja.
Perubahan
paradigma dan re-orientasi mendasar yang perlu dilakukan adalah paradigma atau
konsep yang semula menekankan pada penyembuhan penyakit berupa pengobatan dan
meringankan beban penyakit diubah ke arah upaya peningkatan kesehatan dari
sebagian besar masyarakat yang belum jatuh sakit agar bias lebih berkontribusi
dalam pembangunan.
C.
Konsep Baru Tentang Makna Sehat
Konsep sakit-sehat senantiasa
berubah sejalan dengan pengalaman kita tentang nilai, peran penghargaan dan
pemahaman kita terhadap kesehatan. Dimulai pada zaman keemasan yunani bahwa
sehat itu sebagai virtue, sesuatu yang dibanggakan sedang sakit sebagai sesuatu
yang tidak bermanfaat.
Filosofi
yang berkembang pada saat ini adalah filosofi Cartesian yang verorientasi pada
kesehatan fisik semata-mata yang menyatakan bahwa seseorang disebut sehat bila
tidak ditemukan disfungsi alat tubuh. Mental dan roh bukan urusan dokter-dokter
melainkan urusan agama. Setelah ditemukan kuman penyebab penyakit batasan sehat
juga berubah. Seseorang disebut sehat apabila setelah diadakan pemeriksaan
secara seksama tidak ditemukan penyebab penyakit. Tahun lima puluhan kemudian
definisi sehat WHO mengalami perubahan seperti yang tertera dalam UU kesehatan
RI No.23 tahun 1992 telah dimasukkan unsure hidup produktif social dan
ekonomi.Definisi terkini yang dianut di beberapa negara maju seperti Canada
yang mengutamakan konsep sehat produktif. Sehat adalah sarana atau alat untuk
hidup sehari-hari secara produktif.1. Paradigma
Baru Kesehatan
Setelah tahun 1974 terjadi penemuan
bermakna dalam konsep sehat serta memiliki makna tersendiri bagi para ahli
kesehatan masyarakat di dunia tahun 1994 dianggap sebagai pertanda dimulainya
era kebangkitan kesehatan masyarakt baru, karena sejak tahun 1974 terjadi
diskusi intensif yang berskala nasional dan internasional tentang
karakteristik, konsep dan metode untuk meningkatkan pemerataan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat.
Setelah
deklarasi Alma Ata HFA-Year 2000 (1976), pertemuan Mexico (1990) dan Saitama
(1991) para ahli kesehatan dan pembuat kebijakan secara bertahap beralih dari
orientasi sakit ke orientasi sehat. Perubahan tersebut antara lain disebabkan
oleh:a.
Transisi
epidemiology pergeseran angka kesakitan dan kematian yang semula disebabkan
oleh penyakit infeksi ke penyakit kronis, degeneratif dan kecelakaan.b.
Perubahan
konsep dari Cartesian ke holistic fiosofi.c.
Batasan
tentang sehat dari keadaan atau kondisi ke alat/saranad.
Makin
jelasnya pemahaman kita tentang factor-faktor yang mempengaruhi kesehatan
penduduk.Balonde (1974) dan diperkuat oleh Hendrik L. Blum (1974) dalam
tulisannya secara jelas mengatakan bahwa “ status kesehatan penduduk bukanlah
hasil pelayanan medis semata-mata”. Akan tetapi factor-faktor lain seperti
lingkungan, perilaku dan genetika justru lebih menentukan terhadap status
kesehatan penduduk, dimana perubahan pemahaman dan pengetahuan tentang
determinan kesehatan trsebut, tidak diikuti dengan perubahan kebijakan dalam
upaya pelayanan kesehatan di Indonesia, seperti membuat peraturan
perundang-undangan yang penting dalam Undang-undang kesehatan No.23 tahun 1992
terutama yang berkaitan dengan upaya promotif dan preventif sebagaimana tujuan
program kesehatan dalam GBHN.2. Upaya
KesehatanProgram kesehatan yang mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dalam
jangka panjang dapat menjadi bumerang terhadap program kesehatan itu sendiri,
maka untuk menyongsong PJP-II program kesehatan yang diperlukan adalah program
kesehatan yang lebih “efektif” yaitu program kesehatan yang mempunyai
model-model pembinaan kesehatan (Health Developmenn Model) sebagai
paradigma pembangunan kesehatan yang sdiharapkan mampu menjawab tantangan
sekaligus memenuhi PJP-II. Model ini menekankan pada upaya kesehatan dan
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:a.
Mempersiapkan
bahan
baku sumber daya manusia yang berkualitas untuk 20-25 tahun mendatang.b. Meningkatkan produktivitas sumber daya manusia yang ada.c. Melindungi masyarakat luas dari pencemaran melalui upaya promotif-preventif-protektif dengan pendekatan pro-aktif.d. Memberi pelayanan kesehatan dasar bagi yang sakit.e. Promosi kesehatan yang memungkinkan penduduk mencapai potensi kesehatannya secara penuh (Peningkatan vitalitas). Pendusuk yang tidak sakit (85%) agar lebih tahan terhadap penyakit.f. Pencegahan penyakit melalui imunisasi: bumil, bayi, anak, dan juga melindungi masyarakat dari pencemaran.g. Pencegahan, pengendalian, penanggulangan pencemaran lingkungan serta perlindungn masyarakat terhadap pengaruh lingkungan buruk (melalui perubahan perilaku)h. Penggerakan peran serta masyarakat.i. Penciptaan lingkungn yang memungkinkan masyarakat dapat hidup dan bekerja secara sehat.j. Pendekatan multi sector dan inter disipliner.k. Pengembangan kebijakan yang dapat memberi perlindungan pada kepentingan kesehatan masyarakat luas (tidak merokok di tempat umum).l. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan desar bagi yang sakit.
baku sumber daya manusia yang berkualitas untuk 20-25 tahun mendatang.b. Meningkatkan produktivitas sumber daya manusia yang ada.c. Melindungi masyarakat luas dari pencemaran melalui upaya promotif-preventif-protektif dengan pendekatan pro-aktif.d. Memberi pelayanan kesehatan dasar bagi yang sakit.e. Promosi kesehatan yang memungkinkan penduduk mencapai potensi kesehatannya secara penuh (Peningkatan vitalitas). Pendusuk yang tidak sakit (85%) agar lebih tahan terhadap penyakit.f. Pencegahan penyakit melalui imunisasi: bumil, bayi, anak, dan juga melindungi masyarakat dari pencemaran.g. Pencegahan, pengendalian, penanggulangan pencemaran lingkungan serta perlindungn masyarakat terhadap pengaruh lingkungan buruk (melalui perubahan perilaku)h. Penggerakan peran serta masyarakat.i. Penciptaan lingkungn yang memungkinkan masyarakat dapat hidup dan bekerja secara sehat.j. Pendekatan multi sector dan inter disipliner.k. Pengembangan kebijakan yang dapat memberi perlindungan pada kepentingan kesehatan masyarakat luas (tidak merokok di tempat umum).l. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan desar bagi yang sakit.
Upaya kesehatan seperti tersebut
diatas tidak lain merupakan bentuk-bentuk pelayanan kesehatan yang berorientasi
pada upaya pencegahan.
3.
Kebijakan
Kesehatan Baru
Perubahan paradigma kesehatan yang
kini lebih menekankan pada upaya promotif-preventif dbandingkan dengn upaua
kuratif dan rehabilitatif diharapkan merupakan titik balik kebijakan Depkes dal;am
menangni kesehatan penduduk yang berarti program kesehatan yang menitik
beratkan pada pembinaan kesehatan bangsa bukan sekedar penyembuhan penyakit.
Thomas Kuha menyatakan bahwa hampur setiap terobosan baru perlu didahului
dengan perubahan paradigma untuk merubah kebiasaan dan cara berpikir yang lama.
Upaya kesehatan di masa dating harus mampu menciptakan dan menghasilkan SDM
Indonesia yang sehat produktif sehingga obsesi upaya kesehatan harus dapat
mengantarkan setiap penduduk memiliki status kesehatan yang cukup.
4.
Konsekuensi
Implikasi dari Perubahan ParadigmaPerubahan paradigma kesehatan apabila
dilaksanakan dapat membawa dampak yang cukup luas. Hal itu disebabkan karena
pengorganisasian upaya kesehaan yang ada, fasilitas pelayanan kesehatan yang
ada, adalah merupakan wahana dan sarana pendukung dari penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang berorientasi pada upaya penyembuhan penyakit, maka
untuk mendukung terselenggaranya paradigma sehat yang berorientasi pada upaya
promotif-preventif proaktif, community centered, partisipasi aktif dan
pemberdayaan masyarakat, maka semua wahana tenaga dan sarana yang ada sekarang
perlu dilakukan penyesuaian atau bahkan reformasi termasuk reformasi kegiatan
dan program di pusat penyuluhan kesehatan. 5.
Indikator
Kesehatan
Indicator-indikator kesehatan yang
digunakan dewasa ini yaitu IMR,CDR, One Expectancy, masih cocok disebut sebagai
indicator kesehatan penduduk.
Untuk
mengukur status kesehatan penduduk yang tepat digunakan adalah indicator
positif, bukan hanya indicator negatif (sakit,mati) yang dewasa ini masih
dipakai. WHO menyarankan agar sebagai indicator kesehatan penduduk harus
mengacu pada empat hal sebagai berikut:a.
Melihat ada
tidaknya kelainan patosiologis pada seseorang.b. Mengukur kemampuan
fisikc.
Penilaian
atas kesehatan sendirid. Indeks
massa tubuhe. BMI
massa tubuhe. BMI
INDIKTOR
NEGATIF
|
INDIKATOR
POSITIF
|
Kurang
sesuai dengan paradigma sehatLebih mudah diukurAngka kesakitanAngka
kematianAngka kematian bayiAngka aborsiRasio dokter/pendudukYears of disable
lifeBerat/tinggi badanSmoking related diseasesBanyaknya air terkontaminasi
|
Sesuai
dengan paradigma baruAgak sulit diukurAngka kesehatanAngka kesehatan ibuChild
survival rateAngka hari produktifRasio penyuluh/pendudukYears of disability-free
lifeFat kevel comsumtionSmoking related healthJumlah penyediaan air
bersih.
|
6.
Tenaga
Kesehatan
Peranan dokter, dokter gigi, perawat
dan bidan dalam upaya kesehatan yang menekankan penyembuhan penyakit adalah
sangat penting. Pengelolaan upaya kesehatan dan pembinaan bangsa yang
sehat memerlukan pendekatan holistic yang lebih luas, menyeluruh, dan dilakukan
terhadap masyarakat secara kolektif dan tidak individual.
Tenaga kesehatan harus mampu
mengajak, memotifasi dan memberdayakan masyarakat, mampu melibatkan kerjasama
lintas sektoral, mampu mengelola system pelayanan kesehatan yang efisien dan
efektif, mampu menjadi pemimpin, pelopor, pembinan dan teladan hidup sehat.
7.
Pemberdayaan
Masyarakat
Dalam pembinaan dan pemberdayaan
mayarkat yang sangat penting adalah bagaimana mengajak dan menggairahkan
masyarakat untuk dapat tertarik dan bertanggungjawab atas kesehatan mereka
sendiri dengan memobilisasi sumber dana yang ada pada mereka.
8.
Kesehatan
dan Komitmen Politik.Masalah kesehatan pada dasarnya adalah masalah politik
oleh karena itu untuk memecahkan masalah kesehatan diperlukan komitmen
politik.Dewasa ini masih terasa adanya anggapan bahwa unsur kesehatan penduduk
tidak banyak berperan terhadap pembangunan social ekonomi.
Para penentu kebijakan banyak beranggapan sector kesehatan lebih merupakan sector konsumtif ketimbang sektor produktif sebagai penyedia sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga apabila ada kegoncangan dalam keadaan ekonomi negara alokasi terhadap sector ini tidak akan meningkat.
Para penentu kebijakan banyak beranggapan sector kesehatan lebih merupakan sector konsumtif ketimbang sektor produktif sebagai penyedia sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga apabila ada kegoncangan dalam keadaan ekonomi negara alokasi terhadap sector ini tidak akan meningkat.
D.
Strategi dan Sasaran Utama Pembangunan Kesehatan
Pembangunan
kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional
yang diupayakan oleh pemerintah. Dalam melaksanakan pembangunan kesehatan di
tengah beban dan permasalahan kesehatan yang semakin pelik, dibutuhkan strategi
jitu untuk menghadapinya. Dalam mengatasi masalah kesehatan dapat digunakan
beberapa strategi utama, antara lain:
- Menggerakkan dan memberdayakan
masyarakat untuk hidup sehat.
Sasaran utama strategi ini adalah seluruh desa menjadi desa siaga, seluruh masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat serta seluruh keluarga sadar gizi. - Meningkatkan akses masyarakat
tehadap pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Sasaran utama strategi ini adalah ; Setiap orang miskin mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu; setipa bayi, anak, dan kelompok masyarakat risiko tinggi terlindungi dari penyakit; di setiap desa tersedia SDM kesehatan yang kompeten; di setiap desa tersedia cukup obat esensial dan alat kesehatan dasar; setiap Puskesmas dan jaringannya dapat menjangkau dan dijangkau seluruh masyarakat di wilayah kerjanya; pelayanan kesehatan di setiap rumah sakit, Puskesmas dan jaringannya memenuhi standar mutu. - Meningkatkan sistem
surveillans, monitoring dan informasi kesehatan.
Sasaran utama dari strategi ini adalah : setiap kejadian penyakit terlaporkan secara cepat kepada desa/lurah untuk kemudian diteruskan ke instansi kesehatan terdekat; setiap kejadian luar biasa (KLB) dan wabah penyakit tertanggulangi secara cepat dan tepat sehingga tidak menimbulkan dampak kesehatan masyarakat; semua ketersediaan farmasi, makanan dan perbekalan kesehatan memenuhi syarat; terkendalinya pencemaran lingkungan sesuai dengan standar kesehatan; dan berfungsinya sistem informasi kesehatan yang evidence based di seluruh Indonesia. - Meningkatkan pembiayaan
kesehatan.
Sasaran utama dari strategi ini adalah : pembangunan kesehatan memperoleh prioritas penganggaran pemerintah pusat dan daerah; anggaran kesehatan pemerintah diutamakan untuk upaya pencegahan dan promosi kesehatan; dan terciptanya sistem jaminan pembiayaan kesehatan terutama bagi rakyat miskin.
Strategi
pembangunan kesehatan untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010 adalah : 1. Pembangunan
Nasional Berwawasan Kesehatan Semua kebijakan pembangunan nasional yang
sedang dan atu akan diselenggarakan harus memiliki wawasan kesehatan. Artinya
program pembangunan nasional tersebut harus memberikan kontribusi yang positif
terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap dua hal. Pertama, terhadap
pembentukkan lingkungan sehat. Kedua, terhadap pembentukkan peilaku sehat.
Adalah amat diharapkan setiap program pembangunan yang diselenggarakan di
Indonesia dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap terbentuknya
lingkungan dan perilaku sehat tersebut. Sedangkan secara mikro, semua kebijakan
pembangunan kesehatan yang sedang dan atau akan diselenggarakan harus dapat
makin mendorong meningkatnya derajat kesehatan seluruh anggota masyarakat. Jika
diketahui pemeliharaan dan peningkatan kesehatan tersebut akan lebih efektif
dan efisien jika dilaksanakn melalui upaya promotif dan preventif, bukan upaya
kuratif dan rehabilitatif, maka seyogyanyalah kedua pelayanan yang pertaama
tersebut dapat lebih diutamakan. Untuk terselengggaranya pembangunan berwawasan
kesehatan perlu dilaksanankan kegiatan sosialisasi, orientasi, kampanye dan
pelatihan sehingga semua pihak yang terkait (stakeholders) memahami dan mampu
melaksanakan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Selain itu, perlu pula
dilakukan kegiatan penjabaran lebih lanjut dari konsep tersebut sehingga benar
benar menjadi operasional serta terukur segala pencapaian dan dampak yang
dihasilkan. 2. Profesionalisme Profesionalisme dilaksanakan melalui
penerapan kemajuan ilmu dan teknologi, serta melalui penerapan nilai-nilai
moral dan etika. Untuk terselenggaranya pelayanan yang bermutu, perlu didukung
oleh penerapan pelbagaikemajuan ilmu dan teknologi kedokteran. Untukterwujudnya
pelayanan kesehatan yang seperti ini, jelaslah pengembangan sumber daya manusia
kesehatan dipandang mempunyai peranan yang amat penting. Pelayanan kesehatan
profesional tidak akan terwujud apabila tidak didukung oleh tenaga pelaksana,
yakni sumber daya manusia kesehatan yang mengikuti perkembangan ilmu dan
teknologi. Lebih dari itu, untuk terselenggaranya pelayanan kesehatanyang
bermutu, perlu pula didukung oleh penerapan nilau-nilai moral dan etika profesi
yang tinggi. Untuk terwujudnya pelayanan kesehatan yang seperti ini, semua
tenaga kesehatan dituntut untuk selalu menjunjung tinggi sumpah dan kode etik
profesi. Pelaksanaan perilaku yang dituntut dari tenaga kesehatan seperti
diatas perlu dipantau secara berkala melalui kerjasama dengan pelbagai
organisasi profesi. Untuk terselenggaranya strategi profesionalisme akan
dilaksanakan penentuan standar kompetensi bagi tenaga kesehatan, pelatihan
berdasarkan kompetensi, akreditasi dan legislasi tenaga kesehatan, serta
kegiatan peningkatan kualitas lainnya. 3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat Untuk memantapkan kemandirian masyarakat dalam pola hidup sehat,
perlu digalang peran serta masyarakat yang seluas-luasnya, termasuk peran serta
dalam pembiayaan. JPKM yang pada dasarnya merupakan penataan sub sistem
pembiayaan kesehatan dalam bentuk mobilisasi sumber dana masyarakat, adalah
wujud nyata dari peran serta masyarakat tersebut, yang apabila berhasil
dilaksanakan akan mempunyai peranan yang besar pula dalam turut mempercepat
pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan Dalam konteks penataan sub
sistem pelayanan kesehatan, strategi JPKM akan lebih mengutamakan pelayanan
promotif dan preventif, yang apabila berhasil dilaksanakan, dinilai lebih
efektif dan efisien dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan di samping
berpengaruh positif pula dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Untuk
terselenggaranya strategi tersebut akan dilaksanakan sosialisasi, orientasi,
kampanye dan pelatihan untuk semua pihak yang terkait sehingga mereka memahami
konsep dan program JKPM. Selain itu, akan dikembangkan pula peraturan
perundang-undangan, pelatihan Badan Pelaksana JPKM, dan pengembangan unit
pembina JPKM agar strategi JPKM dapat terlaksana dengan baik. 4. Desentralisasi
Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan, penyelenggaraan pelbagai upaya
kesehatan harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik masing-masing
daerah. Desentralisasi yang inti pokoknya adalah pendelegasian wewenang yang
lebihbesar kepada pemerintah daerah untuk mengatur sistem pemerintahan dan
rumah tangga sendiri memang dipandang lebih sesuai untuk pengelolaan pelbagai
pembangunan nasional pada masa mendatang. Tentu saja untuk keberhasilan
desentralisasi ini berbagai persiapan perlu dilakukan, termasuk yang terpenting
adalah persiapan perangkat organisasi serta sumber daya manusianya. Untuk
terselenggarnya desentralisasi akan dilakukan kegiatan analisa dan penentuan
peran pemerintah pusat dan daerah dalam bidang kesehatan, penentuan kegiatan
upaya kesehatan yang wajib dilaksanakan oleh daerah, analisa kemampuan daerah,
pengembangan sumber daya manusia daerah, pelatihan, penempatan kembali tenaga
dan lain-lain kegiatan sehingga strategi desentralisasi dapat terlaksana secara
nyata.Adapun sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2007 diarahkan untuk
mendukung peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses
masyarakat, terutama penduduk miskin, terhadap pelayanan kesehatan yang antara
lain tercermin pada beberapa indikator sebagai berikut:1.
Meningkatnya
proporsi keluarga yang berperilaku hidup bersih dan sehat;2.
Meningkatnya
proporsi keluarga yang memiliki akses terhadap sanitasi dan air bersih;3.
Meningkatnya
cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih;4.
Meningkatnya
cakupan pelayanan antenatal, postnatal dan neonatal; 5.
Meningkatnya
tingkat kunjungan (visit rate) penduduk miskin ke Puskesmas;6.
Meningkatnya
tingkat kunjungan (visit rate) penduduk miskin ke rumah sakit;7.
Meningkatnya
cakupan imunisasi;8. Menurunnya
angka kesakitan dan kematian akibat penyakit malaria, demam berdarah dengue
(DBD), tuberkulosis paru, diare, dan HIV/AIDS;9. Menurunnya
prevalensi kurang gizi pada balita; 10. Meningkatnya
pemerataan tenaga kesehatan;11. Meningkatnya ketersediaan obat esensial nasional;12. Meningkatnya
cakupan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi produk terapetik/obat, obat
tradisional, kosmetik, perbekalan kesehatan rumah tangga, produk komplemen dan
produk pangan;13. Meningkatnya penelitian dan pengembangan tanaman obat asli Indonesia;14. Meningkatnya
jumlah peraturan dan perundang-undangan di bidang pembangunan kesehatan yang
ditetapkan; dan15. Meningkatnya jumlah penelitian dan pengembangan di bidang pembangunan
kesehatan.Berdasarkan Peraturan Presiden No.7 tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, telah ditetapkan bahwa
sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2009 adalah meningkatnya derajat
kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang berkualitas. Pencapaian sasaran tersebut tercermin dari
indikator dampak pembangunan kesehatan, yaitu :
- Meningkatnya umur harapan hidup dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun
- Menurunnya angka kematian bayi dari 35 menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup
- Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 307 menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup
- Menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak anak balita dari 25,8 % menjadi 20%.
Dalam
pelaksanaan pembangunan kesehatan, Departemen Kesehatan telah bertekad untuk
menjunjung tinggi nilai-nilai sebagai berikut
- Berpihak pada Rakyat
Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Departemen Kesehatan akan selalu berpihak pada rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan agama, dan status sosial ekonomi. - Bertindak cepat dan tepat.
Dalam mengatasi masalah kesehatan, apalagi yang bersifat darurat harus dilakukan secara cepat. Tindakan yang cepat juga harus diikuti dengan pertimbangan yang cermat, sehingga dapat mengenai sasaran dengan intervensi yang tepat. - Kerjasama tim
Dalam mengemban tugas-tugas pembangunan kesehatan, harus dibina kerja tim yang utuh dan kompak, dengan menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergisme - Integritas tinggi.
Dalam melakasanakan tugas, semua anggota Departemen Kesehatan harus memiliki ketulusan hati, kejujuran, berkepribadian yang teguh, dan bermroral tinggi. - Transparan dan akuntabilitas
Semua kegiatan pembangunan kesehatan yang diselenggarakaan oleh Departemen Kesehatan, harus dilaksanakan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan dan depertanggungugatkan kepada publik.
III. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Paradigma
sehat merupakan suatu strategi baru pembangunan kesehatan yang memandang
masalah kesehatan sebagai suatu variable kontinyu, direncanakan dalam suatu
system desentralisasi, dengan kegiatan pelayanan yang senantiasa bersifat
promotif untuk mengentaskan kesehatan masyarkat, oleh tenaga kesehatan
professional bersama masyarakat yang partisipatif
Selain itu,
dalam paradigma sehat ini pengukuran derajat kesehatan masyarakat tidak
semata-mata dilihat dari penurunan kesakitan/kematian (dengan memakai indicator
negatif), tetapi lebih ditekankan pada pencapaian hasil peningkatan pada angka
kesehatan (indicator Positif). Nilai indicator positif ini diperoleh sebagai
dampakdari upaya kesehatan promotif yang telah dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan professional dan didukung besarnya penempatan biaya upaya promotif
yang sesuai.
Paradigma
sehat mempunyai orientasi dimana upaya peningkatan kesehatan masyarakat dititik
beratkan pada:
1.
Promosi
kesehatan, peningkatan vatalitas penduduk yang tidak sakit (85%) agar lebih
tahan terhadap penyakit melalui olah raga, fitness dan vitamin.
2.
Pencegahan
penyakit melalui imunisasi pada ibu hamil, bayi dan anak.
3.
Pencegahan
pengendalian penanggulangan, pencemaran lingkungan serta perlindungan
masyarakat terhadap penganruh buruk (melalui perubahan perilaku).
4.
Memberi
pengobatan bagi penduduk yang sakit, (15%) melalui pelayanan medis.
Paradigma
sehat merupakan strategi pembangunan kesehatan untuk semua sehat di tahun 2010,
diamana mengarah kepada mempertahankan kondisi sehat dan tidak sakit dan
produktif yang dikenal dengan upaya promotif dan preventif ketimbang upaya
kuratif yang hanya menekankan pada upaya penanganan orang-orang sakit.
B. SARAN
1.
Pembangunan
kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia.2. Komitmen dan
kerjasama antara Negara berkembang dengan Negara maju untuk mencapai
MDG.3.
Meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan karenan merupakan salah satu
faktor penting dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan penduduk dalam upaya
pembangunan kesehatan khususnya di indonesia.4. Peningkatan
pemberdayakan masyarakat, kerjasama dengan semua pelaku pembangunan kesehatan,
khususnya dengan Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK)
di semua jenjang administrasi pemerintahan dalam pembangunan kesehatan.5.
Kebijaksanaan
pembangunan kesehatan pada tahap sekarang ini harus diarahkan pada upaya
bagaimana membina bangsa yang sehat dan bukan bagaimana menyembuhkan mereka
yang sakit.
Langganan:
Postingan (Atom)